Proses Pemeriksaan Perkara Di Pengadilan Agama

Setelah perkara terdaftar di Kepaniteraan, Panitera menyampaikan kepada Ketua Pengadilan Agama, kemudian Ketua Pengadilan Agama mengeluarkan Penetapan PMH yang menunjuk Hakim Ketua dan Anggota Majelis yang akan memeriksa sekaligus menunjuk panitera sidangnya. Selanjutnya berkas perkara beserta penetapan PMH diserahkan kepada Hakim Ketua Majelis yang ditunjuk untuk dipelajarinya.
Berdasarkan PMH tersebut, Ketua Majelis mengeluarkan PHS yang menetapkan kapan hari / tanggal / jam sidang pertama akan dimulai. Berdasarkan PHS tersebut, jurusita/ jurusita pengganti atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama akan memanggil pihak-pihak ke muka sidang menurut hari/ tanggal/ tempat yang telah ditentukan di dalam PHS.
1) Ketua Majelis Hakim membuka sidang dan sekaligus menyatakan terbuka untuk umum dengan ketokan palu 1 (satu) atau 3 (tiga) kali. Bagi Peradilan Agama sebagai peradilan Islam, sebaiknya dibuka dengan membaca basmalah misal ”Sidang Pengadilan Agama ... dalam perkara ... antara penggugat .....berlawanan dengan tergugat .... dibuka dengan sama-sama membaca basmalah dan dinyatakan terbuka untuk umum”.
2) Sesudah sidang dinyatakan terbuka untuk umum oleh Ketua Majelis, Ketua Majelis mengizinkan pihak-pihak untuk memasuki ruang sidang. Atas asas ini Panitera atau petugas lain yang ditunjuk, memanggil pihak-pihak untuk masuk dan duduk pada kursi yang telah disediakan untuknya.
3) Ketua Majelis Hakim menanya identitas pihak-pihak. Pertanyaan pertama Ketua Majelis adalah nama penggugat dan nama tergugat, untuk mengatur tempat duduknya . Lalu dilanjutkan dengan menanya identitas pihak-pihak, dimulai dari penggugat, seterusnya tergugat, yang meliputi nama binti/bin alias/ julukan/gelar (kalau ada), umur, agama, pekerjaan, tempat tingal terakhir. Menanyakan identitas pihak-pihak sangatlah formal, sekalipun mungkin saja sudah tahu dengan membaca surat gugatan sebelumnya, namun menanyakan kembali di depan sidang ini adalah perlu (mutlak).
 4) Majelis Hakim mengarahkan para pihak untuk berdamai. Anjuran damai dapat dilakukan kapan saja, sepanjang perkara belum diputus, tetapi anjuran damai pada permulaan sidang pertama adalah bersifat ”mutlak / wajib”. Kalau terjadi perdamaian, maka dibuatkanlah akta perdamaian di muka sidang Pengadilan dan kekuatannya sama dengan putusan.
5) Pembacaan surat gugatan, replik dan duplik. dengan mendengarkan jawaban tersebut. Jawaban pertama, baik lisan maupun tertulis dari tergugat dinamakan ”replik” (replik 1), sedangkan jawaban penggugat atas jawaban itu disebut ”duplik” (duplik 1). Begitulah seterusnya replik-duplik, replik-duplik. Kalau replik-duplik tersebut berlangsung lisan, hakim tidak keberatan, waktu mengizinkan, mungkin saja sidang pertama itu berlangsung sampai pada tahap pembuktian, mungkin saja pada tahap pembuktian bahkan mungkin saja pada tahap musyawarah majelis hakim, tapi aneh sekali kalau langsung sampai tahap pengucapan keputusan. Perlu sekaligus diingatkan bahwa hak bicara terkhir di depan sidang selalu pada tergugat, jadi replik-duplik belum akan berakhir sepanjang tergugat masih ada yang akan dikemukakannya, kecuali kalau menurut majelis sudah ngawur tidak lagi relevan.
6) Tahap pembuktian. Pada tahapan ini setiap pihak mengajukan bukti, hakim selalu menanyakan kepada lawannya, apakah ia keberatan atau tidak . Jika alat bukti saksi yang dikemukakan, hakim juga harus memberikan kesempatan kepada pihak lawannya kalau-kalau ada sesuatu yang ingin ditanyakan oleh pihak lawan tersebut kepada saksi.
7) Tahap penyusunan konklusi dan musyawarah majelis hakim. Pada tahapan ini majelis hakim menyimpulkan dari sidang, sebelum majelis hakim melakukan musyawarah.
8) Musyawarah Majelis hakim. Untuk mengambil keputusan dari sidang yang telah dilakukan.
9) Pengucapan keputusan Dilakukan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum.

Labels: